About me

Name:
Location: Jakarta, Indonesia

Links

Previous Posts


Join me on Friendster!

I just need to write. I don't even know for sure why. A little hope maybe that you and I can learn a thing or twos from this

Dongkrak

Thursday, July 05, 2007
At : 10:41 AM

Tau dongkrak kan? Alat yang dipake buat mengangkat benda sekaligus menjdi tumpuan benda tsb. Itu makna denotasinya. Makna konotasi istilah ini banyak deh kayaknya, termasuk dalam dunia akademik. Misal mahasiswa suka minta tugas tambahan di akhir semester untuk mendongkrak nilai mereka. Biasanya untuk nilai akhir yang nanggung (selisih 0,01-0,1 untuk bisa dapet nilai grade yang di atasnya).

Misal, kisaran nilai B=68-79,99; Nilai C=56-67,99. Mahasiswa XXX mendapat nilai angka = 67,94 (C). Nyesek gak tuh tinggal butuh 0,06 untuk bisa dapet B. Klo udah kayak begini, yang biasanya pada cuek-cuek sama dosen berubah drastis jadi ramah, sering nelpon, dll yang ujung-ujungnya minta tugas untuk mendongkrak nilainya.

Jujur, gampang kok untuk sekedar mendongkrak nilai. Tinggal buka software "Isi Nilai", tambahkan point pada salah satu komponen nilai sesuai kebutuhan, (klo kurangnya 0,06 berarti minimal tambahkan 6 point di salah satu komponen nilai yang bobotnya 10%), dan naik tuh si nilai jadi B.

Masalahnya adalah ...Buat Apa???

Ada beberapa hal yang biasanya jadi bahan pertimbangan:
  1. Nilai akhir merupakan cerminan kinerja akademik mahasiswa selama 1 semester. Nah, kalo kegiatan akademis yang tertuang dalam kontrak perkuliahan sudah berakhir, masa toh ya diada-adakan hanya untuk mendongkrak nilai sebagian mahasiswa saja. Kasian dong mereka yang dapat B tanpa melalui dongkrak-mendongkrak. Penilaian kinerja mahasiswa dan dosen secara keseluruhan akan menjadi blunder.
  2. Nilai A s/d E merupakan konversi nilai absolut yang telah ditetapkan batasan bawah dan atas-nya. Kalo ada dongkrak mendongkrak nilai, lha ya buat apa lagi dibuat batas bawah dan atas untuk setiap grade.
  3. Kebiasaan dongkrak-mendongkrak nilai dalam jangka panjang akan merugikan mahasiswa dan intitusi. Mahasiswa dirugikan karena, mereka pun tau bahwa sebetulnya kemampuan mereka sebatas C, bukan B. Kalo bisa dapet B dengan mendongkrak nilai, buat apa bekerja keras selama satu semester? Bagi institusi jelas imagenya di mata konsumennya sendiri menjadi kurang baik. Lebih gawat lagi kalo sudah tercium oleh masyarakat luas. Motto "Integrity, Knowledge, and Skill" goodbye lah sudah...

Cara diplomatis menghadapi permohonan mahasiswa

Misal mahasiswa datang ke kita dan bilang "Mba, kok saya dapet C, kurang 0,06 mba...Apa gak bisa dapet B? Kasih tugas apa gitu mba..."

Jawab:

"Oya? Emang knapa kalo C? Masih lulus, masih bisa ngambil matkul prasyarat."

Atau,

"Wah sayang ya..., abis gimana, saya cuma input data nilai kamu apa adanya aja. Yang ngitung dan kasih nilai software. Coba kamu minta ke admin, kali aja software salah menghitung...."

Atau,

"Saya sih oke-oke aja, cuma kalo kamu dipenuhi, yang B minta jadi A, lah yang A ntar protes deh. Gimana tuh?"

So far masih mempan lah.

Lain hal nya kalo ada mahasiswa datang dan bilang:

"Mba..., saya kok dapat D sih? Apa gak bisa jadi A?"

Mahasiwa yang kayak gini nih yang langka. Cerdas (bisa jg dibaca kurang tau diri-red), yang lain cuma minta kenaikan satu grade, ini tanpa basa-basi minta A ;-) Gak perlu lah dibahas gimana cara menjawabnya.

Solusi

Kalo mau fair dalam menentukan nilai akhir mahasiswa, institusi ya harus mengganti sistem penilaiannya, dengan memberlakukan plus dan minus. Misal untuk kategori A (A, A+, dan A-), dst.

Itu artinya, mahasiswa harusnya menyampaikan aspirasinya ke pihak yang berwenang, termasuk DIKTI (baca pemerintah). Bisa gak ya?


posted by Ira Geraldina's Page at 10:41 AM | Permalink |

[ back home ]

Comments for Dongkrak
Credits
  Distributed by:
Template copyright :
V4NY ONLY TEMPLATES
Powered by :
Powered by Blogger